Sangat wajar bila diri kita sendiri ataupun orang lain spontan melontarkan kalimat "wah mahal" jika melihat harga barang atau jasa dari sebuah sumber seperti mal, toko, supermarket, atau situs online.
Menurut pengalaman saya pribadi, reaksi ini tidak hanya terjadi pada kalangan bawah dan menengah saja tapi juga kalangan atas. Bukan saja dari bangsa kita sendiri tetapi juga dari bangsa lain. Reaksi yang mendengarnya pun bervariasi. Ada yang setuju, kesal, atau coba memberikan alasan yang bisa dipahami.
Sebelum melanjutkan topik ini, mari kita bedakan apa itu kebutuhan dan keinginan. Sebab ini yang menjadi dasar mindset kita manakala menyikapi harga yang tertera untuk suatu barang atau jasa.
Kebutuhan adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya agar supaya ia memiliki hidup yang sejahtera. Kebutuhan ada yang terlihat dan tak terlihat. Jika kebutuhannya terpenuhi, maka manusia akan terpuaskan secara jasmani dan rohani. Kebutuhan manusia tak terbatas dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Nah kebutuhan ini belum tentu merupakan sesuatu yang diinginkan manusia.
Contoh kebutuhan yang utama adalah rumah, makanan, dan pakaian.
Keinginan adalah tambahan atas sesuatu yang dibutuhkan. Jika tidak terpenuhi maka tidak membawa efek negatif bagi kesejahteraan manusia. Keinginan belum tentu kebutuhan.
Contoh keinginan adalah makanan enak, rumah yang kedua dan seterusnya, pakaian mewah, gadget lebih dari satu. Banyaknya keinginan juga timbul karena berbagai faktor misalnya lifestyle atau gaya hidup. Atau tingka ekonomi manusia yang sudah di level sejahtera sehingga apa yang sudah ada dianggap tidak cukup dan tidak memuaskan.
Kembali ke topik awal. Andai kita ingin membeli sesuatu barang dan harganya kita anggap mahal, tanyakan pada diri sendiri, apakah barang tersebut adalah kebutuhan kita yang mendesak atau hanya karena keinginan saja memilikinya.
Jika itu adalah keinginan, pertimbangkanlah untuk tidak membelinya supaya tidak terjadi penyesalan dikemudian hari. Misalnya dana pas-pasan, masih banyak cicilan, namun memaksa diri untuk membeli barang tersebut.
Jika barang tersebut adalah sesuatu yang dibutuhkan dan tidak ada pilihan lagi di tempat lain dengan harga yang lebih murah, pertimbangkan untuk membeli barang tersebut. Pikirkan juga, barang tersebut memiliki siklus yang panjang sebelum menjadi barang yang diperdagangkan.
Harus melewati seleksi bahan baku, produksi, pengecekan kualitas, penyimpanan, distribusi, masuk ke toko untuk dijual. Yang terlibat selain bahan adalah sumber daya manusia dan sistem untuk mengelolanya. Belum lagi biaya sewa toko dan pajak. Semua memerlukan biaya dan memang wajar dibebankan ke pembeli.
Apalagi jika barang tersebut memiliki kualitas yang baik. Harganya mahal tetapi awet dipakai bertahun-tahun. Sebaliknya, dibalik harga murah ada konsekuensi dikemudian hari seperti kualitas barang yang buruk dan cepat rusak sehingga harus beli yang baru.
Istilahnya ada rupa ada harga. Berlaku pula untuk jasa.
Saya pernah membantu orang asing untuk upgrade langganan tv cable nya. Ada beberapa pilihan yang disediakan oleh. Beliau memilih harga langganan dibawah Rp. 1.000.000/ bulan. Itu pun dengan mengucapkan kalimat "mahal juga ya". Saya tahu beliau adalah orang yang mapan. Dengan bijak saya memberikan jawaban seperti ini : saya membeli tiket ke Makassar sebesar Rp. 800.000 sekali terbang. Dengan harga tersebut, saya hanya duduk 2,5 jam di pesawat. Kalau berlangganan tv cable sebulan ongkosnya tidak sampai Rp. 1.000.000, itu masih lebih untung karena bisa dinikmati lebih lama dan enaknya, semua anggota keluarga juga bisa menikmati. Kalau perlu, 24 jam nonstop nontonnya, tidak masalah. Beliau terdiam lalu memutuskan untuk segera berlangganan tv cable tersebut.
Hal lainnya, misalnya harga makanan yang dianggap mahal. Untuk membuat makanan sederhana saja, diperlukan uang dan waktu untuk berbelanja dan mengolahnya. Apalagi jika makanannya bervariasi. Belum lagi tenaga yang harus dibayar untuk mengolah, melayani, dan bersih-bersih. Kita harus makan apalagi kalau sibuk bekerja sehingga tidak memungkinkan lagi untuk memasak sendiri.
Buat saya, bukan soal murah atau mahalnya. Jika kita membeli sesuatu yang dibutuhkan, secara langsung kita berkontribusi untuk mengurangi tingkat pengangguran. Dengan adanya pembelian, maka suatu bisnis bisa mengatur cash flow untuk membayar gaji karyawan, sewa tempat, listrik dan tagihan bulanan lainnya, serta pajak.
Saya selalu bersyukur jika mengeluarkan uang untuk membeli sesuatu yang perlu karena selalu ada makna dibalik semuanya itu.
Bayangkan kalau kita sendiri yang memiliki bisnis. Prosesnya tidak mudah. Tentu kita bisa memahami penjelasan yang ada pada artikel ini.
Salam blogger,
Merry
Komentar