Lika-Liku Merekrut Pegawai


Sebagai konsultan independen untuk perusahaan asing yang baru berdiri, saya turut serta dalam merekrut pegawai di perusahaan tersebut. Ini adalah tugas yang penuh tantangan dan bisa menjadi yang tersulit karena menyangkut berbagai pihak seperti pemberi kerja, kandidat, saya dan tim sebagai penyedia tenaga kerja, serta pihak lain yang menjadi sumber tenaga kerja.

Pengalaman saya setelah sekian tahun ini, faktor kepercayaan sangat penting dan akan lebih penting lagi jika didukung oleh faktor lainnya untuk menjaga kualitas perekrutan.

Saya meniti karir sebagai pegawai dari level bawah puluhan tahun yang lalu. Seiring berjalannya waktu, ada peningkatan jenjang karir dan saya sudah merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang pegawai di berbagai perusahaan dan berbagai jenis pekerjaan, terutama yang modelnya multitasking. Saya bukan tipe "kutu loncat". Kalaupun saya pernah berkarir dalam waktu yang singkat, penyebabnya adalah perusahaan sebelumnya memilih untuk menutup usahanya dikarenakan berbagai faktor internal. Saya adalah tipe pekerja yang loyal dan bertanggung jawab. Mampu beradaptasi dengan situasi pekerjaan apapun dan di manapun.

Rupa-rupa pengalaman inilah yang mematangkan saya ketika merekrut pegawai. Dengan jaringan koneksi yang terpercaya, kegiatan saya sangat terbantu.


Beberapa tahun terakhir ini, tingkat turnover tenaga kerja cukup tinggi. Kecanggihan teknologi membuat informasi semakin mudah diakses, misalnya lowongan kerja. Banyak pegawai tertarik dengan tawaran pekerjaan baru dengan beneft yang lebih baik. Setelah masa kerja 2 atau 3 tahun, mereka hengkang ke perusahaan baru. Saya menganggap ini positif karena setiap orang mendambakan kesejahteraan. Prinsip yang harus dipegang teguh adalah diterima bekerja dengan baik, maka saat mengundurkan diri pun harus dengan cara yang terbaik.


Tidak mudah untuk merekrut pegawai yang sesuai kriteria. Banyak yang sependapat dengan saya. Apapun kesulitannya, tugas harus tetap dijalankan seprofesional mungkin. 

Dimulai dari CV pencari kerja sebagai kunci wawancara. Saya akan pilih "The Best Among the Bests". Sekalipun pengalaman terkini sudah cukup banyak, tetapi jika CV nya tidak update, tidak jelas, tidak menarik maka dengan sangat terpaksa tidak saya shortlist. Karena ini mencerminkan pencari kerja belum siap melamar atau kurang teliti. Untuk posisi jabatan tertentu ketelitian sangat dibutuhkan.

Kami pernah hampir kecolongan saat seorang kandidat mengaku masih sedang bekerja di PT A. Karena saya memiliki koneksi di perusahaan tersebut, maka saya mencari tahu performa kerja yang bersangkutan. Apa daya, informasi yang saya dapatkan adalah kandidat ini memiliki masalah serius dan tidak bisa dipercaya. Sesungguhnya yang bersangkutan juga sudah mengundurkan diri beberapa bulan sebelumnya.

Pemberi kerja tetap ingin merekrut kandidat tersebut karena dianggap bisa memberi kontribusi melalui database yang dia miliki. Namun pada saat kami undang untuk wawancara final, dia tak datang tanpa memberi kabar. Dasar inilah yang membuat saya mem blacklist si kandidat.

Ada pemberi kerja yang royal dengan benefit. Namun ada juga yang membatasi karena kondisi perusahaan masih baru. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Kuncinya saya menjalin komunikasi yang intens dengan mereka untuk mendapatkan kandidat yang tepat.

Saya punya pengalaman lain yang tidak bisa dilupakan. Ada kandidat yang datang dengan keterbatasan dan kekurangan. Sudah berkorban jauh-jauh ke lokasi wawancara dengan biaya terbatas, memohon pula untuk diterima bekerja. Atau yang sudah senior berjam kerja tinggi mengharapkan jabatan yang tidak tercantum di lowongan kerja. Karena tidak tersedia, setiap minggu saya ditelepon jika masih ada kesempatan untuk beliau di klien saya yang lain. Belum lagi penduduk sekitar yang tanpa diundang, menawarkan diri untuk bekerja. Hampir setiap hari mereka menunggu saya di luar pagar.

Saya merenungkan realita yang ada di hadapan saya. Pegangan database hanya ada sekian puluh posisi yang lowong, namun kandidat yang mengirimkan berkas bisa mencapai ribuan orang.

Ini membuat saya semakin menghargai sebuah profesi dan tidak berhenti memotivasi pegawai agar bekerja dengan sebaik-baiknya. Perusahaan memberikan nilai lebih untuk karyawannya yang rajin dan loyal.

Kasus lain dimana ada seorang pegawai tetap yang diberi kebebasan untuk tidak perlu datang ke kantor setiap hari karena diutamakan mobile mencari orderan. Di tengah jalan yang bersangkutan malah bekerja seadanya dan tidak memberi laporan mingguan kepada atasannya. Ada faktor penyebab yang menjadikan pegawai ini malas-malasan selain tidak mampu menjalin komunikasi yang baik dengan pemberi kerja. Konflik pun terjadi. Padahal sebelumnya pegawai ini menunjukkan itikad baik untuk berkontribusi.

Kalau saya diberi pertanyaan pernahkah berhadapan dengan pemberi kerja yang sulit diajak kompromi. Jawaban saya : pernah. Ini terkait gaji dan benefit. Dengan alasan perusahaan baru berdiri sehingga tidak bisa memberikan lebih dari standar yang ada sekarang. Namun yang dibutuhkan adalah pegawai yang berpengalaman. Rasanya mustahil ya, bisa dipenuhi. Kandidat berpengalaman cenderung tertarik dengan gaji dan benefit yang lebih tinggi. Atau perusahaan yang sudah punya nama adalah target pencari kerja sekalipun gaji dan benefit yang ditawarkan pada awalnya belum tinggi.

Apakah saya lantas menghentikan kerja sama dengan pemberi kerja tersebut? Jawaban saya : tidak. Saya akan selesaikan dengan mendapatkan kandidat yang tepat asalkan perusahaannya memiliki visi dan misi yang jelas untuk menyejahterakan karyawan setelah perusahaan berjalan. Saya pantang mundur jika sudah terlanjur maju.


Dari semua usaha yang saya kerahkan semaksimal mungkin untuk merekrut pegawai, selalu ada hasil terbaik. Saya mengembangkan teknik analisa CV, teknik mewawancara, teknik menganalisa psikologis, teknik berdiplomasi dan bernegosiasi, teknik berelasi, serta kuisioner untuk para kandidat sekiranya tidak dibutuhkan tes. Ini untuk mempersingkat waktu perekrutan. Ada keuntungan tersendiri jika kandidat juga memiliki media sosial sebagai bahan pertimbangan perekrutan. Sepengalaman saya, media sosial profesional belum semua kandidat memaksimalkan penggunaannya.

Merujuk kepada pemberi kerja yang berasal dari negara lain, masalah kultural bisa teratasi jika mampu memahami budaya di Indonesia. Tidak harus frontal memaksakan budaya dari negara asal mereka atau membanding-bandingkan dengan negara maju lainnya. Saya dan tim sudah terbiasa menemui kasus seperti ini di lapangan. Kuncinya adalah komunikasi dan kepercayaan.

Saya juga menaruh perhatian kepada fresh graduate candidates. Karena mereka memiliki banyak potensi dan talenta saat membangun karir. Tidak terlalu sulit saat mewawancara dan merekrut mereka dan rata-rata setelah terekrut kontribusinya cukup baik.

Selain merekrut tenaga kerja yang berasal dari kenalan dan referensi, saya juga memiliki pengalaman dengan media perekrutan.yang memiliki fitur khusus untuk menyaring kandidat.

Apa saja yang saya lakukan saat membantu perusahaan asing yang baru berdiri? Dengan senang hati saya share disini.

Seperti inilah lika-liku saya dan tim. Semoga bisa menjadi cerminan dalam berkarir.


Salam blogger,
Merry

Komentar