Siapa
sih yang nggak hepi kalau tiba-tiba dapat barang mahal, gratis pula.
Istilah gaulnya : gretongan. Saya nggak bermaksud pamer atau apapun dari
cerita ini. Tujuannya murni hanya memotivasi dan melihat sisi positif
dunia maya.
Tahun
2003, jauh sebelum maraknya social media seperti Facebook, Twitter,
Instagram, Whatsapp, Line, BBM, saya dan generasi angkatan saya lebih
cenderung berinteraksi dengan orang luar via e-mail, atau chatting via
Yahoo Messenger atau Skype, atau yang booming saat itu adalah
Friendster. Kalaupun ada yang lain lagi, modelnya hanya sebatas pasang
foto dan profil singkat saja (bisa foto beneran atau foto bohongan) dan
saling ngirim pesan terbatas.
Saya
cukup sibuk bekerja saat itu, namun sesekali saya berinteraksi dengan
teman-teman di berbagai negara salah satunya USA. Yang saya ingat saya
menuliskan e-mail yang panjaaaaaang dan jujur tentang diri saya ke teman
itu. Saking terkesannya, e-mail saya diprint dan dibacakan buat
isterinya yang orang Asia. Saya senang berteman dengan bule ini karena
lucu, friendly, berwawasan luas, dan senang musik.
Kami
chatting dan e-mail jika saya sudah senggang dari kerjaan kantor. Kalau
nggak puas, saya bela-belain ke warnet sepulang kerja. Di warnet saya
betah sampai tengah malam sekalipun full dengan netters yang perokok
berat. Hikkss :( Maklum waktu itu laptop masih barang mahal dan koneksi
internet di kantor baru sekelas Dial Up. Yang punya warnet pasti senang
kalau saya yang nongkrong. Saya pun merasa seolah-olah warnet hanya
punya saya doang :)
Saya
baru tahu kalau teman saya itu investor. Saat sahamnya lagi untung,
tiba-tiba saya ditawarinya beli laptop dan dia yang mendanai. Mungkin
dia iba melihat saya berlama-lama di warnet. Tentu saja saya terkejut
dan bingung. Karena kami baru beberapa bulan berteman dan saya pribadi
bukanlah tipe orang yang gampang menerima sebuah pemberian yang bukan
hasil keringat saya (kecuali kalau ulang tahun, baiklah....).
Sekian
kali "dipaksa" kemudian saya pertimbangkan dengan bijak, akhirnya saya
menerima pemberiannya itu. Maka dikirimkanlah sejumlah US$ via Western
Union yang kemudian dengan proses yang mudah saya transfer dalam bentuk
Rupiah di Bank Mandiri ke rekening pribadi saya. Saya hanya modal
materai sebesar Rp. 6.000 saja. Dari dana tersebut saya belikan 1 unit
laptop Acer (processor AMD Turion yang sudah lumayan canggih saat itu)
dan 1 unit telepon ESIA dengan nomor cantik untuk telepon dan
berinternet ria. Ini perangkat buat telepon rumah. Tinggal colok saja ke
listrik sampai baterai full. Tidak perlu kabel telepon khusus. Ini adalah gadget saya yang lumayan keren saat itu.
Top
up kredit internet adalah masih cara manual dengan beli voucher minimal
Rp. 25.000, segel perak di belakangnya digosok pakai koin lalu masukin
kodenya ke pesawat telepon. Nggak ada sistem paket. Kalau buat Skype,
segitu bisa habis kurang dari 30 menit. Ha ha ha!!! So costly.
Tapi
itulah salah satu kehebatan dunia maya yang nggak bisa dipungkiri.
Bahkan teman kerja saya di perusahaan lain juga dikirimkan dana untuk
beli cd player yang masih ada tape buat muter kaset. Entah apa
maksudnya.
Well,
ini semua berkat pertemanan yang tulus. Saya nggak bisa membalas
kebaikan teman saya itu. Sekarang dia mengeluhkan hidup di negaranya
sendiri sangat mahal. Dan dia berencana menghabiskan masa tuanya dengan
pindah ke negara isterinya. Sayangnya karena sekarang saya semakin sibuk
sehingga kami jarang berkirim kabar. Saya doakan yang terbaik buatnya
dan keluarganya.
Salam blogger,
Merry
Merry
Komentar